Pengikut

Rabu, 07 Juli 2010

KEBERANIAN ARUNG PALAKKA

Di dalam sejarah tanah air khususnya dan sejarah dunia umumnyaketiga ungkapan yang disebut dalam judul di atas sering muncul.Ambillah misalnya sebagai contoh I Manindori, yang oleh Belanda dalamGeschidenis der Nederlands Indie disebutkan bahwa Troenodjojo werdgesteund door de uitgedreven Macassarsche zee rovers, Trunojoyo dibantuoleh bajak laut Makassar yang terdesak keluar dari sarangnya. Nahsiapakah itu yang dimaksud oleh Belanda dengan Macassarsche zee roversitu? Mereka itu adalah sisa-sisa Angkatan Laut Kerajaan Gowa yangdipimpin oleh I Manindori,

yang pernah menjabat kedudukan strukturalsebagai Kepala Daerah Galesong, sehingga bergelar Karaeng Galesong.Pada waktu terjadinya perang melawan Kompeni Belanda, Karaeng Galesongsudah menjabat Panglima Angkatan Laut Kerajaan Gowa. Karaeng Galesongtidak mau mengakui Perjanjian Perdamaian Bungaya, lalu atas seizinSulthan Hasanuddin, meninggalkan Kerajaan Gowa dengan pengikutnya yangmasih setia kepadanya, mencari daerah lain di mana saja untukmeneruskan perjuangan melawan Belanda. Di Madura Karaeng Galesongditerima oleh Troenojoyo bahkan diangkat menjadi menantunya. JadiKaraeng Galesong menerapkan salah satu cappaq dari tiga cappaq senjataorang Bugis Makassar. Ketiga cappaq (ujung) itu yakni ujung lidah(diplomasi), ujung kemaluan (pernikahan) dan ujung badik (peperangan). Dalam buku sejarah yang resmi sebagai pegangan dalam sekolah-sekolah Arung Palakka dijuluki pengkhianat karena minta bantuan Belanda untukmemerangi Sultan Hasanuddin.

Dari cuplikan sejarah yang di atas itu kelihatan bagaimana rancunya hasil penilaian sejarah itu. Itu disebabkan karena dalam menilai itu perlu standar. Dan standar itu tergantung dari kriteria yang dibuatoleh penilai. Dan biasanya penilai ini sangat tergantung dari kondisiyang situasional. Dan inilah yang biasa terjadi dalam sejarah.

Karaeng Galesong dinilai oleh Belanda dengan memakai standar yangsubyektif situasional. Karaeng Galesong tidak tunduk pada PerjanjianBungaya. Jadi kesatuannya bukanlah kesatuan yang sah sebagai angkatanlaut suatu kerajaan. Jadi ia dan pasukannya adalah bajak-bajak laut.Sekarang buku sejarah yang dipakai di sekolah-sekolah bukan lagiGeschidenis der Nederlands Indie,
melainkah Sejarah Nasional. Jadi standarnya tentu sudah berubah,kriteria yang dipakai dalam penilaian sudah berubah. Karaeng Galesongadalah seorang pejuang, seorang pahlawan.

Baik Sultan Hasanuddin maupun Karaeng Galesong, keduanya mujur dalamsejarah. Mengapa? Karena kita dijajah Belanda. Jadi standar penilaianyang memakai kriteria Latoa maupun kriteria Lamuda tidak ada perbedaan.Baik dahulu maupun sekarang keduanya adalah pejuang melawan penjajahBelanda. Namun Arung Palakka bernasib tidak mujur dalam sejarah, karenastandar penilaian yang Latoa tidak sama dengan standar penilaian yangLamuda. Menurut Latoa belum dikenal apa yang disebut dengannasionalisme Indonesia, karena paham nasionalisme itu baru ada dalambuku Lamuda. Nah para ahli sejarah kita, atau menurut julukan yangdiberikan oleh A.Muis para tukang dongeng, tidak berlaku adil terhadapArung Palakka. Apa itu yang disebut adil? Menempatkan sesuatupada tempatnya. Maka peristiwa di zamannya Arung Palakka haruslah puladitempatkan standar itu menurut kriteria Latoa. Kalau standar penilaianArung Palakka memakai kriteria Lamuda itu namanya tidak menempatkanstandar itu pada tempatnya, dan itu artinya tidak adil. Artinya ArungPalakka harus dinilai menurut Latoa, yaitu belum ada pahamnasionalisme. Kerajaan-kerajaan di Nusantara adalah kerajaan yangmerdeka dan berdaulat masing-masing. Maka Arung Palakka adalah pahlawanKerajaan Bone.

Lalu apakah Arung Palakka juga seorang pahlawan kemanusiaan? Tunggudahulu, ini perlu pembahasan, oleh karena kemanusiaan itu tidakmengenal perbedaan antara standar yang Latoa ataupun yang Lamuda.Standar penilain yang dipakai untuk kemanusiaan perlu standar yangtidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan. Yaitu standar yangberlandaskan nilai mutlak, standar yang ditentukan oleh Allah SWT,seperti FirmanNya dalam S. Al Hajj 39 dan 40:

Udzina lilladziena yuqatiluwna biannahum dzhulimuw wa inna Llaha’ala nashrihim laqadier. Alladziena ukhrijuw min diyarihim bi qhayrihaqqin illa an yaquwluwna rabbuna Llah, diizinkan berperang bagi merekayang dizalimi dan sesungguhnya Allah berkuasa memenangkan mereka. Yaitumereka yang diusir dari tanah airnya dengan tidak semena-mena, hanyakarena mereka berkata Maha Pengatur kami adalah Allah.

La Maddaremmeng, Raja Bone ke-13, menerapkan Syari’at Islam denganmurni dan konsekwen. La Maddaremmeng memakai prinsip Rabbuna Llah, MahaPengaturku adalah Allah, memakai aturan menurut Allah dalam kerajannya.Sebenarnya La Maddaremmeng ini perlu diangkat dalam sejarah, bahwa iamendahului gerakan Paderi di Minangkabaw. La Maddaremmeng adalahPahlawan Islam. Ia memberantas adat kebiasaan yang bertentangan denganSyari’at Islam seperti berjudi, menyabung ayam, minum tuak. Yaitusejalan yang dikemukakan oleh Taunta Salamaka kepada KaraengPattingalloang. Kalau Tauanta Salamaka terpaksa meninggalkan KerajaanGowa, maka Lamaddaremmeng bentrok dengan Kerajaan Gowa yang masihmemelihara tradisi yang bertentangan dengan Syari’at Islam itu. Bonekalah perang, sejumlah rakyatnya ditawan, dikerahkan ke Gowa untukkerja paksa, artinya diusir dari tanah airnya dan dizalimi. ArungPalakka berperang untuk memberantas kezaliman ini. Sampai sejauh iniArung Palakka masih memenuhi kriteria pahlawan kemanusiaan itu menurutstandar Al Quran:
berperang melawan perlakuan terhadap rakyatnya yang zhulimuw, dizalimi,ukhrijuw min diyarihim, diusir dari tanah airnya untuk kerja paksa.

Nabi bersabda: Qulilhaqqa walau kana murran, katakanlah kebenaranitu walaupun pahit. Arung Palakka memerangi Pariaman, daerah asal MaraRusli, pengarang roman Sitti Nurbaya dan roman sejarah La Hami. Buktisejarah bahwa Arung Palakka memerangi dan mengalahkan Pariaman adalahpayung atribut kerajaan itu masih ada sekarang tersimpan di Bone.Sahabat saya mantan Kepala Kanwil Perhubungan Laut, almarhum Drs NormanRazak pernah mengeluh pada saya, katanya: Wah, nenek moyang sayadiambil payung kebesarannya dibawa ke Bone setelah Arung Palakkamengalahkan Pariaman.

Arung Palakka mempunyai hak kebebasan memilih mitranya dari kerajaanmanpun. Namun dengan memerangi Pariaman sebagai persyaratan untukmendapatkan bantuan dari bakal mitranya, yaitu Belanda, ia bertindakmenzalimi sesama manusia, yang dalam hal ini rakyat Pariaman. Daninilah cacat Arung Palakka untuk suatu gelar pahlawan kemanusiaan.WaLlahu a’lamu bishshawab.

Selasa, 06 Juli 2010

MISTIK SEKITAR BADIK BONE



Salah satu Badik Bone yang dibuat dengan cara di pesse'/dipijat bukan di tempa

Badik/kawali bagi masyarakat Sulawesi Selatan mempunyai kedudukan yang tinggi. Badik/kawali bukan hanya berfungsi sekedar sebagai senjata tikam, melainkan juga melambangkan status, pribadi dan karakter pembawanya. Kebiasaan membawa Badik/kawali dikalangan masyarakat terutama suku bugis dan Makassar merupakan pemandangan yang lazim ditemui sampai saat ini terutama di tanah Bone. Kebiasaan tersebut bukanlah mencerminkan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan khususnya suku bugis dan makassar adalah masyarakat yang gemar berperang atau suka mencari keributan melainkan lebih menekankan pada makna simbolik yang terdapat pada Badik/kawali tersebut.

Pentingnya kedudukan Badik/kawali di kalangan masyarakat bugis dan makassar membuat masyarakat berusaha membuat/mendapatkan badik yang istimewa baik dari segi pembuatan, bahan baku, pamor maupun sisi’ (tuah) yang dipercaya dapat memberikan energi positif bagi siapa saja yang memiliki atau membawanya.
Badik/kawali yang bagus/istimewa dapat dilihat dari beberapa unsur, yakni:
a. Dari segi fisik Badik/kawali dapat dilihat:
1. Bahan bakunya terbuat dari besi dan baja pilihan biasanya mengandung
meteorit dan ringan. Wilayah Sulawesi Selatan sejak zaman dahulu terkenal
dengan besi luwu yang berkualitas tinggi.
2. Pamor;ragam pamor pada Badik/kawali lebih sederhana dari dari keris jawa
biasanya terdiri dari jenis pamor kurrisi, lasoancale, parinring, bunga pejje,
madaongase,kuribojo,tebajampu, timpalajja dan balopakki.
b. Segi sisi’(tuah)/mistik antara lain:
1. Uleng puleng dan battu lappa; sebenarnya merupakan kandungan meteorit. Bagi
sebagian orang percaya Badik/kawali yang mempunyai ulengpuleng(kalau
kecil)/battu lappa (kalau besar) akan membawa kebaikan pada pemiliknya baik
berupa kemudakan rezki, karisma, maupun peningkatan karir. Posisi
ulengpuleng/battulappa yang dicari adalah yang terletak dipunggung badik
kira-kira berjarak 5 cm dari hulu/pangulu karena dipercaya akan memudahkan
rezki dan karir. Badik/kawali yang memiliki ulengpuleng dan battulappa juga
dipercaya dapat menghindari gangguan mahluk halus, sihir dan tolak bala.
2. Mabelesse ; adalah retakan diatan punggun Badik/kawali sehingga seakan-akan
Badik/kawali tersebut akan terbelah dua. Badik seperti ini dipercaya akan
memudahkan rezki bagi pemiliknya sehingga banyak dicari oleh yang berprofesi
sebagai pedagang.
3. Sumpang buaja; sama seperti mabelesse Cuma retakannya pada bilah dekat ujung
Badik/kawali. Tuahnya sama seperti mabelesse namun yang dicari yang letaknya
pada bilah sebelah kanan dekat ujung Badik/kawali.
4. Ure tuwo; adalah garis yang muncul pada bilah Badik/kawali. Yang dicari adalah
yang tidak terputus-putus, kalau letaknya dipunggung Badik/kawali dan tidak
terputus dari hulu sampai ujung tuahnya membuat sang pemilik disegani dan
dituruti semua perkataannya, kalau melingkar ke atas dari bilah ke bilah
sebelahnya seperti badik luwu sambang maka tuahnya untuk melindungi pemiliknya
dari malapetaka dan kalau turun ke baja maka untuk memudahkan rezki.
5. Tolongeng; adalah lubang pada punggung Badik/kawali yang tembus ke bawah
terletak dekat hulu/pangulu sehingga kalau dilihat seakan seperti teropong.
Pada zaman dahulu sebelum berangkat perang biasanya panglima perang meneropong
pasukannya melalui Badik/kawali tolongeng.
6. Sippa’sikadong; adalah retakan pada tengah bilah Badik/kawali dari punggung
Badik/kawali. Tuahnya adalah membuat pemiliknya disenangi oleh siapa saja yang
melihatnya. Pada zaman dahulu apabila ada seseorang akan melamar gadis, maka
utusan dari laki-laki akan membawa Badik/kawali sippa’sikadong yang bertujuan
agar memudahkan lamarannya diterima pihak perempuan
7. Pamussa’; adalah upaya memperkuat daya magis Badik/kawali yang diletakan dalam
hulu/pangulu Badik/kawali. Biasanya dengan menggunakan bahan-bahan tertentu
tergantung akan digunakan untuk apa Badik/kawali yang akan di beri pamussa.
8. Pangulu; di kalangan masyarakat bugis Bone berkembang suatu keyakinan akan
kemampuan yang dimiliki sebagian orang yang mampu membuat pihak lawan tidak
mampu mencabut Badik/kawali ketika akan digunakan, ilmu ini dikenal dengan
istilah pakuraga/pabinrung. Pangulu yang caredo (terbelah/atau memiliki mata)
secara alami dipercaya mampu mengatasi orang yang memiliki ilmu tersebut.

Demikian sekilas mengenai mistik di sekitar badik, tulisan ini tidak bermaksud mengajarkan kita untuk menjadi musyrik kepada Allah SWT, tetapi lebih untuk mengenal kebudayaan masyarakat bugis terutama budaya bugis Bone..Ewakoo.

KILASAN BADIK RAJA DI BONE

Kilasan Badik Raja di Bone
Salah satu Badik Raja yang terkenal bernama Raja Tungke'na Bone peninggalan dimasa Raja Bone Lapatau Matana Tika

Badik/kawali, adalah senjata khas daerah bugis. Seperti layaknya daerah-daerah lain di Nusantara badik/kawali merupakan senjata tradisional yang tidak hanya berfungsi sebagai senjata tetapi juga sebagai simbol yang menunjukan pribadi pemegangnya maupun cita-cita dan harapan.
Pada masa terdahulu di Tana Bone, setiap anak terutama laki-laki dibekali dengan sepucuk badik, keingingan dan harapan orang tua terhadap sang anak biasanya dimanifestasikan melalui badik/kawali yang dipesan khusus kepada seorang Panre. Seperti misalnya apabila orang tua mengharapkan si anak hidup sejahtera tanpa kekurangan, maka dia sang orang tua akan memesan badik yang berpamor Kurisi atau Madaung ase. Begitu pula apabila orang tua ingin anaknya menjadi pemimpin yang disegani, pemberani dan berkahrisma maka yang dipesan adalah pamor makkure'cillampa.
Di Tana Bone terdapat beberapa macam jenis badik/kawali yang terkenal seperti salapu' (sebagian orang menggolongkan sebagai keris/tappi’) gecong ,raja, to asi,dll. Pada tulisan ini akan dikupas sekilas mengenai badik Raja. Di Tana Bone badik Raja merupakan salah satu badik yang tinggi derajatnya dan paling dicari oleh para penggemar senjata tradisional.
Badik Raja berasal dari sebuah desa di Kecamatan Kajuara di wilayah Bone Selatan. Konon badik Raja tidak dibuat oleh manusia biasa, melainkan oleh mahluk gaib. Di masa lalu masyarakat dikampung Raja tidak pernah melihat Panre' yang membuat badik raja. Pada malam-malam tertentu masyarakat disekitar tempat pembuatan Badik Raja hanya mendengar suara palu beradu dengan besi tanpa penah melihat siapa pembuatnya. Saat pagi menjelang sebuah Badik Raja selesai dibuat. Sampai saat ini, dikampung Raja masih terdapat benda-benda yang oleh masyarakat sekitar dipercaya sebagai alat-alat pembuatan Badik Raja.
Ciri-ciri badik raja hampir mirip dengan badik lampobattang, bentuk bilahnya agak membungkuk, dari hulu agak kecil kemudian melebar kemudian meruncing. Pada umumnya mempunyai pamor timpalaja atau mallasoancale di dekat hulunya. Bahan besi dan bajanya berkualitas tinggi serta mengandung meteorit yang menonjol dipermukaan, kalau kecil disebut uleng-puleng kalau besar disebut batu-lappa dan kalau menyebar di seluruh permukaan seperti pasir disebut bunga pejje atau busa-uwae. Badik raja di masa lalu hanya digunakan oleh arung atau dikalangan bangsawan-bangsawan dikerajaan Bone.

BONE DALAM RIWAYAT

Bone dahulu disebut TANAH BONE. Berdasarkan LONTARA' bahwa nama asli Bone adalah PASIR, dalam bahasa bugis dinamakan Bone adalah KESSI (pasir). Dari sinilah asal usul sehingga dinamakan BONE. Adapun bukit pasir yang dimaksud kawasan Bone sebenarnya adalah lokasi Bangunan Mesjid Raya sekarang ini letaknya persis di Jantung Kota Watampone Ibu Kota Kabupaten Bone tepatnya di Kelurahan Bukaka. Kabupaten Bone adalah Suatu Kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu sejak adanya ManurungngE Ri Matajang pada awal abad XIV atau pada tahun 1330. ManurungngE Ri Matajang bergelar MATA SILOMPO’E sebagai Raja Bone Pertama memerintah pada Tahun 1330 – 1365. Selanjutnya digantikan Turunannya secara turun temurun hingga berakhir Kepada ANDI PABBENTENG sebagai Raja Bone ke– 33 Diantara ke – 33 Orang Raja yang telah memerintah sebagai Raja Bone dengan gelar MANGKAU, terdapat 7 (tujuh) orang Wanita.


Struktur Pemerintahan Kerajaan Bone dahulu terdiri dari :


• ARUNG PONE (Raja Bone) bergelar MANGKAU

• MAKKEDANGNGE TANAH ( Bertugas dalam bidang hubungan/urusan dengan kerajaan lain (Menteri Luar Negeri)

• TOMARILALENG (Bertugas dalam Bidang urusan dalam daerah Kerajaan lain (Meteri dalam Negeri)

• ADE' PITU (Adat Tujuh)

Terdiri dari tujuh orang, merupakan Pembantu Utama/Pemimpin Pemerintahan di Kerajaan Bone, masing-masing :

1. ARUNG UJUNG

Bertugas mengepalai Urusan Penerangan Kerajaan Bone.

2. ARUNG PONCENG

Bertugas mengepalai Urusan Kepolisian/Kejaksaan dan Pemerintaha.

3. ARUNG T A’

Bertugas mengepalai Urusan Pendidikan, dan mengetuai Urusan perkara Sipil.

4. ARUNG TIBOJONG

Bertugas mengepalai Urusan perkara/Pengadilan Landschap/ badat besar dan mengawasi urusan perkara Pengadilan Distrik/ badat kecil.

5. ARUNG TANETE RIATTANG

Bertugas mengepalai memegang Kas Kerajaan, mengatur Pajak dan Pengawasan Keuangan.

6. ARUNG TANETE RIAWANG

Bertugas mengepalai Pekerjaan Negeri (Landschap Werken-LW) Pajak Jalan dan Pengawas Opzichter.

7. ARUNG MACEGE

Bertugas mengepalai Urusan Pemerintahan Umum dan Perekonomian.

•PONGGAWA (Panglima Perang )Bertugas dibidang Pertahanan Kerajaan Bone dengan membawahi 3 (tiga) perangkat masing-masing :

1. ANREGURU ANAKARUNG

Bertugas mengkoordinir para anak Bangsawan berjumlah 40 (Empat puluh) orang bertugas sebagai pasukan elit Kerajaan.

2. PANGULU JOA

Bertugas mengkoordinir pasukan dari rakyat Tana Bone yang disebut Passiuno artinya : pasukan siap tempur dimedan perang setiap saat; rela mengorbankan jiwa raganya demi tegaknya Kerajaan Bone dari gangguan Kerajaan lain.

3. DULUNG (Panglima Daerah)

Bertugas mengkoordinir daerah Kerajaan bawahan, di Kerajaan Bone terdapat 2 (dua) Dulung (Panglima Daerah) yakni Dulungna Ajangale dari kawasan Bone Utara dan Dulungna Awang Tangka dari Bone Selatan.

a.JENNANG (Pengawas)

Berfungi mengawasi para Petugas yang menangani bidang pengawasan baik dalam lingkungan istana, maupun dengan daerah/ kerajaan bawahan.

b.KADHI (Ulama) Perangkatnya terdiri dari Imam, Khatib, Bilal, dan lain-lain, bertugas sebagai Penghulu Syara dalam Bidang Agama Islam, Keberadaan Kadhi (Ulama) di Kerajaan Bone ini senantiasa bekerja sama demi kemaslahatan rakyat, bahkan Raja Bone(Mangkau) meminta Fatwa kepada Kadhi khususnya menyangkut hukum islam.

c.BISSU ( Waria) Bertugas merawat benda – benda Kerajaan. Disamping melaksanakan pengobatan tradisional, juga bertugas dalam kepercayaan kepada Dewata SeuuwaE. Setelah masuknya Agama Islam di Kerajaan Bone, kedudukan Bissu di non aktifkan. Waktu bergulir terus maka pada tahun 1905 Kerajaan Bone di kuasai oleh Penjajah Belanda. Kemudian atas persetujuan Dewan Ade PituE Ri Bone nama LALENG BATA sebagai Ibu Kota Kerajaan Bone diganti namanya menjadi WATAMPONE sampai sekarang. Pada tanggal 2 Desember 1905 oleh Pemerintah Belanda di Jakarta menetapkan bahwa adapun pengertian TELLUMPOCCOE ( Tri Aliansi) di Sulawesi Selatan ialah : Bone, Wajo dan Soppeng. Disatukan dalam satu sistem pemerintahan yang dinamakan AFDELING. Dimana Afdeling Bone dibagi menjadi 3 (tiga) bagian dengan nama Onder Afdeling masing-masing :

1. Onder Afdeling Bone Utara Ibu Kotanya Pompanua, Ibu kota Afdeling ini ditempati oleh Asisten Residen.

2. Onder Afdeling Bone Tengah Ibu Kotanya Watampone diperintah oleh Controler.

3. Onder Afdeling Bone Selatan Ibu kotanya Mare diperintah Oleh Aspiran Controler.

Pada tahun 1944 ketika tentara Jepang semakin terdesak oleh Sekutu,Jepang berusaha mengajak rakyat untuk membela Tanah Airnya. Jika di Pulau Jawa dan daerah lainnya terbentuk oleh suatu Wadah untuk menghimpun rakyat untuk mencapai Kemerdekaan, maka di Tana Bone dibentuk suatu Organisasi yang dikenal dengan nama SAUDARA kepanjangan dari SUMBER DARAH RAKYAT. SAUDARA ini dibentuk adalah merupakan persiapan Badan persetujuan yang sesungguhnya berjuang untuk mencegah kembali penjajahan Belanda di Indonesia. Kabupaten Bone setelah lepas dari Pemerintahan Kerajaan, sampai saat ini tercatat 13 (tiga belas) Kepala Daerah di beri kepercayaan untuk mengembang amanah pemerintahan di Kabupaten Bone masing-masing :

1. Andi Pangeran Petta Rani

Kepala Afdeling/ Kepala Daerah Tahun 1951 sampai dengan tanggal 19 Maret 1955.

2. Ma’Mun Daeng Mattiro

Kepala Daerah tanggal 19 Maret 1955 sampai dengan 21 Desember 1957.

3. H.Andi Mappanyukki

Kepala Daerah/ Raja Bone tanggal 21 Desember 1957 sampai dengan 21 1960.

4. Kol. H.Andi Suradi

Kepala Daerah tanggal 21 M e i 1960 sampai dengan 01 Agustus 1966.

5. Andi Baso Amir

Kapala Daerah Tanggal 02 Maret 1967 sampai dengan 18 Agustus 1970.

6. Kol. H. Suaib

Bupati Kepala Daerah tanggal 18 – 08 - 1970 sampai dengan 13 Juli 1977.

7. Kol.H.P.B.Harahap

Bupati Kepala Daerah tanggal 13 Juli 1977 sampai dengan 22 Pebruari 1982.

8. Kol.H.A.Made Alie

PGS Bupati Kepala Daerah tanggal 22 Pebruari 1982 sampai dengan 6 April 1982 sampai dengan 28 Maret 1983.

9. Kol.H.Andi Syamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 28 Maret 1983 sampai dengan 06 April 1988.

10. Kol.H.Andi Sjamsul Alam

Bupati Kepala Daerah tanggal 06 April 1988 sampai dengan 17 April l993.

11. Kol. H.Andi Amir

Bupati Kepala Daerah tanggal 17 April 1993 Sampai 2003

12. H. A. Muh. Idris Galigo,SH

RUMPA'NA BONE

KISAH HEROIK
LAPAWAWOI KARAENG SIGERI MELAWAN BELANDA TAHUN 1905
Dilukiskan dalam bentuk Sastera Bertutur

Prolog

Lapawawoi Karaeng Sigeri Raja Bone ke-31 bersama putranya Abdul Hamid Baso Pagilingi yang populer dengan nama Petta Ponggawae menunjukkan kepahlawanannya dalam perang Bone melawan Belanda tahun 1905. Walaupun Belanda menyerang dengan persenjataan lengkap dengan tentara terlatih, akan tetapi Lapawawoi Karaeng Sigeri tidak menjadi gentar. Dengan jiwa kesatria yang membara, ia menghadapi serangan Belanda di berbagai tempat.
Pendaratan tentara Belanda di pantai Timur Kerajaan Bone di kawasan laut Teluk Bone (ujung Pallette-BajoE-Ujung Pattiro), Lapawawoi Karaeng Sigeri menyatakan perang diseluruh wilayah kerajaan Bone terhadap kompeni Belanda. Tindakan penuh keberanian ini dilakukan setelah mendapat dukungan dari anggota Hadat Tujuh serta Seluruh pimpinan Laskar Kerajaan Bone.
Di bawah pimpinan Panglima operasinya Kolonel Van der Wedden, Belanda melakukan serangan sporadis ke kubu-kubu pertahanan Laskar Kerajaan Bone. Walaupun mendapat perlawanan yang cukup sengit dari Laskar kerajaan Bone, akan tetapi persenjataan Tentara Belanda yang lengkap akhirnya tentara Belanda berhasil memukul mundur Laskar kerajaan Bone yang dipimpin oleh Lapawawoi Karaeng Sigeri bersama Petta Ponggawae dan Seluruh keluarganya. Pada tanggal 30 Juli 1905 tentara Belanda berhasil merebut Saoraja (Istana Raja) di Watampone dan menjadikannya sebagai basis pertahanannya.
Selama Selama kurang lebih lima bulan (Juli-November ) Lapawawoi Karaeng Sigeri bersama Petta Ponggawae beberapa kali memindahkan pusat pertahanannya. Hal ini dilakukan agar segenap Laskar Kerajaan Bone yang terpencar di berbagai tempat senantiasa dapat melakukan kontak dengannya. Adapun pusat-pusat pertahanan Laskara Kerajaan Bone pada waktu itu anatara lain : Palakka, Pasempe, Gottang, Lamuru, dan Citta di daerah Soppeng. Pusat pertahanan yang terakhir yang merupakan tempat gugurnya Petta PonggawaE adalah Bulu Awo di perbatasan Siwa dengan Tanah Toraja.
Dalam kondisi yang tidak menentu, menyusul kejaran Serdadu Belanda juga semakin gencar, maka kedua petinggi kerajaan Bone merubah taktik perangnya dari perlawanan frontal menjadi perang gerilya. Hal ini dilakukan karena semakin sulitnya mengkoodinir laskar-laskar Kerajaan Bone yang terpencar di berbagai tempat. Terutama Laskar-Laskar yang berada di wilayah selatan Kerajaan Bone di bawah komando Latemmu Page Arung Labuaja. Namun kian hari stamina laskar kerajaan Bone semakin menurun sementara serdadu Belanda menguber pusat-pusat pertahannya.
Perlawanan Lapawawoi Karaeng Sigeri terhadap Belanda tahun 1905 dikenal dengan nama RUMPA’NA BONE ( Bobolnya Pertahanan Bone). Sedang pihak Belanda menyebutnya sebagai AKSI MILITER TERHADAP BONE. Istilah RUMPA’NA BONE berasal dari pernyataan Lapawawoi Karaeng Sigeri sendiri ketika menyaksikan secara langsung Petta Ponggawae (putranya sendiri) gugur diterjang peluru tentara Belanda. Hal ini diungkapkan dengan kalimat Bugis yang kental “ RUMPA’NI BONE” (Bobollah Benteng Pertahanan Bone). Maka dengan gugurnya Petta Ponggawae sebagai Pahlawan Tana Ugi, maka Lapawawoi Karaeng Sigeri beranggapan bahwa benteng pertahanan Kerajaan Bone telah bobol dan dikatakanlah “RUMPA’NI BONE
ak dapat disangkal, bahwa ada segelintir kalangan yang melihat secara apriori peristiwa Rumpa’na Bone sebagai lembaran kelabu dalam sejarah perlawanan Rakyat Bone dalam menghadapi serangan serdadu Belanda. Kalangan tersebut beralasan bahwa, peristiwa Rumpa’na Bone yang ditandai dengan gugurnya Panglima Perang Kerajaan Bone (Petta Ponggawae) dan tertangkapnya Raja Bone (Lapawawoi Karaeng Sigeri) oleh tentara Belanda, menunjukkan betapa rapuhnya pertahanan Rakyat Bone melawan penjajah ?
Namun sebagian besar kalangan mengatakan, bahwa peristiwa Rumpa’na Bone yang diawali dengan perlawanan yang cukup sengit yang ditandai gugurnya ribuan laskar Bone adalah sebuah peristiwa heroik yang jarang ditemukan tandingannya. Langkah yang ditempuh oleh Lapawawoi Karaeng Sigeri bersama putranya Petta Ponggawae (Abdul hamid Baso Pagilingi) selaku Panglima Perang merupakan langkah patriotis yang cukup berani hingga rela meregang nyawa demi Tana Bone.
Kalau bukan karena jiwa patriotis, Lapawawoi Karaeng Sigeri selaku tokoh sentral perlawanan Rakyat Bone pada masa itu melawan tentara Belanda, mungkin ceritanya menjadi lain. Apakah menerima tawaran kerjasama dengan Belanda yang berarti membiarkan Komponi Belanda menjajah Kerajaan Bone. Namun yang pasti hal itu tak mungkin terjadi, karena ribuan Laskar Kerajaan Bone yang terkapar bersimbah darah di sepanjang pantai Bajoe. Para suhada Bugis tersebut didorong oleh SIRI’ NA PESSE untuk mempertahankan tanah tumpah daerahnya dari penjajahan Belanda.
Dalam kenyataannya memang harus diakui, bahwa persenjataan Belanda yang lengkap ditunjang dengan ketangguhan personil militernya jauh berada di atas bila dibandingkan dengan persenjataan yang dimiliki oleh Laskar Kerajaan Bone. Tetapi ketika kita mengenang kisah perlawanan Lapawawoi Karaeng Sigeri terhadap Belanda yang pada akhirnya Petta Ponggawae Gugur dan Lapawawoi Karaeng Sigeri sendiri tertawan, maka seyogianya patut dikenang dan direnungkan oleh generasi berikutnya.

Berikut ini kami haturkan untaian Balada Kisah Heroik seorang RAJA BUGIS

1.Bismillahirrahmanirrahim. Dengan petunjuk dan karunia-Nya, dengan kebesaran dan keagungan-Nya, kurentang benang merah sejarah, kurangkai peristiwa, kutulis ini kisah.
2.Kisah heroik seorang Raja Bugis melawan Belanda si Mata Pute. Dengan semangat patriotik membara, dan jiwa kesatria yang mendidih, didorong oleh Toddo’ Siri, na pesse’
3.Terlukis indah di lembaran sejarah. Terpatri abadi di hati Rakyat bone. Dari generasi ke ke generasi selanjutnya. Sebagai bukti keteguhan hati nurani. Orang Bugis berdarah Wija To Bone
4.Lapawawoi Karaeng Sigeri namanya. Raja Bone yang ketigapuluh satu. Bersama putranya yang gagah perkasa Andi Abdul Hamid Baso Pagilingi. Panglima Perang Kerajaan Bone
5.Didukung oleh hadat Tujuh Bone. Dan Seluruh pimpinan Laskar pemberani. Arungpone Lapawawoi Karaeng Sigeri. Mengangkat senjata melawan penjajah. Hingga tetes darah penghabisan.
6.Dalam sejarah Bone disebutkan. Awal pecahnya perang yang dahsyat. Di pantai Timur Celebes Selatan. Di Pagi yang sejuk pada bulan Juli Tahun seribu sembilan ratus lima.
7.Ketika matahari mulai merekah. Di ufuk timur tiada berawan. Memancarkan cahaya indah keemasan. Menyepuh seantero Kerajaan Bone. Begitu indah ciptaan sang Khalik.
8.Di Baruga Saoraja Bone nan asri. Lapawawoi Karaeng Sigeri dan permaisuri. Duduk tenang di atas Tappere Boddong. Rituddukeng Lamangolokkelling Cempanigae. Diapit Pattetteng dan Jowa pemberani.
9.Di bawah nuangan Teddung Pulaweng dan bendera Kerajaan SamparajaE. Arungpone bersama permaisuri. Dihibur Tari Pajoge dan lagu Ongkona Bone oleh Bissu pengawal setia Saoraja.
10.Gendang dipukul bertalu-talu. Lagu berdendang begitu syahdu. Lemah gemulai penari bisu. Indah nian menyejukkan hati. Mengikuti irama klasik Tana Ugi.
11.Di hati Arungpone dan permaisuri. Timbul kekaguman yang sangat mendalam. Betapa tinggi budaya Leluhur. Warisan Kerajaan Bone di Tanah Ugi. Kembanggaan SEMPUGI di Celebes Selatan.
12.Langit Kerajaan Bone pagi itu. Nampak cerah diliputi udara sejuk. Tak terbayang akan datang mendung kelabu. Tak terpikir akan munculnya prahara. Yang membuat Tana Ugi bergolak.
13.Di atas Singgasana Kerajaan Bone. Arungpone bersama permaisuri. Nampak tegar dan tenang penuh wibawa. Di wajahnya terbaca gurat kepemimpinan. Selaku raja yang bijak dan berhati jernih.
14.Seorang Pengawal datang melapor. Atas datangnya utusan Arung Tanete. Untuk menyampaikan suatu berita. Dari Hasil pengamatan di sepanjang pantai. Antara Ujung Pattiro-Ujung Pallette.
15.Kemeriahan pun seperti tersentak. Bunyi gendang, suling, dan kecapi. Semua berhenti tak lagi terdengar. Gerak gemulai penari-penari Bissu. Nampak terkulai seperti lesu dan kaku.
16.Keluarga Saoraja diliputi kecemasan. Di wajah permaisuri terbaca kebingungan. Kecuali Arungpone Lapawawoi Karaeng Sigeri. Kelihatan tetap tegar dan sangat tenang. Menanti berita dari utusan Arung Tanete.
17.Hasil pengamatan Arung Tanete. Di sana di Perairan Teluk Bone. Kelihatan banyak kapal beriring-iring. Berlayar dari selatan menuju utara. Semakin dekat di Pantai Bajoe.
18.Mendengar itu, Arungpone tertunduk. Lalu bangkit menganggukkan kepala. Menyimak dalam lubuk hatinya. Akan makna laporan dari Arung Tanete. Entah gejolak apa yang timbul di benaknya.
19.Tatapan matanya menerawang jauh. Memandangi cakrawala tak terbatas.. Ada kemelut yang sulit dipecahkannya. Menimbulkan seribu tanda tanya. Di hati permaisuri dan keluarga Saoraja.
20.Dengan suara datar Arungpone bertutur. Mengungkap misteri laporan Arung Tanete. Bahwa kapal-kapal yang beriring-iring. Di sana di perairan Teluk Bone Adalah milik Belanda si Putih Mata.
21.Arungpone Lapawawoi Karaeng Sigeri. Menitip pesan kepada Arung Tanete. Agar tetap melakukan pengamatan. Akan maksud kedatangan kapal Belanda. Yang semakin mendekat di Pantai Bajoe.
22.Sebab menurut pikiran Arungpone. Belanda selalu berupaya untuk mencaplok dan menjajah. Menanamkan kuku-kukunya di atas bumi Kerajaan Bone yang subur.
23.Kepada Arung Tanete dan Rakyatnya. Arumpone minta agar tetap tenang. Menunggu perintah dari Saoraja. Dari kesepakatan antara Mangkau’E. Dengan segenap anggota Hadat Bone.
24.Kesepakatan dan kebulatan tekad. Dari pemikiran dan pertimbangan yang jernih. Untuk membela dan mempertahankan. Kerajaan Bone dan Seluruh Rakyatnya. Dari cengkeraman tangan-tangan penjajah.
25.Kecemasan dan kegelisahan permaisuri. Nampak jelas di wajahnya yang bening. Dengan pandangan sayu menatap arungpone. Mengharap jawaban penyejuk hati. Tentang kedatangan kapal-kapal Belanda.
26.Sementara di perairan Teluk Bone. Berkumpul eskader kapal perang Belanda. H.M. Hendrik Hertog pembawa bendera. Diatasnya Komandan Eskader Matra Laut. Mengadakan rapat dengan Panglima Tempur.
27.Melalui teropong dari atas kapal. Nampak keindahan alam Kerajaan Bone. Sawah dan ladang terbentang luas. Pohon lontar dan nyiur melambai-lambai. Sungai-sungai mengalir dengan jernih.
28.Bukit dan gunung berhutan lebat. Binatang ternak berlarian kian kemari. Burung-burung beterbangan di udara. Ombak memutih memecah pantai. Panorama alam indah menawan hati.
29.Keindahan itulah membuat Belanda semakin bernafsu. Untuk segera melakukan pendaratan. Bagai kelompok singa kelaparan. Mengintai buruannya di balik belukar.
30.Suasana di Saoraja semakin galau. Seluruh penghuni dicekam kecemasan. Permaisuri melangkahi mendekati Arungpone yang tetap tegar dan tenang di tempatnya. Selaku raja yang berpikiran tajam.
31.Dengan suara lembut permaisuri bertanya. Apa betul kapal-kapal itu milik Belanda. Datang untuk menyerang Kerajaan Bone. Lalu bagaimana langkah-langkah Arungpone. Dalam mempertahankan dan menyelamatkan rakyatnya.
32.Arungpone Lapawawoi Karaeng Sigeri. Membujuk permaisuri yang nampak gelisah. Menenagkan gejolak dalam hati dan pikirannya. Tawakkal kepada Allah dan Nabi-Nya.
33.Tellabu Essoe ri Tengngana Bitarae. Segalanya berjalan menurut kodratnya. Demikian Arungpone membujuk permaisuri. Dan segenap keluarga penghuni Saoraja. Yang nampak bingung penuh kecemasan.
34.Arungpone tetap yakin dan percaya. Kerajaan Bone sangat kuat dan tangguh. Dengan ribuan Laskar Pakkanna Passiuno. Yang rela mati berlumuran darah merah. Dari pada hidup di jajah Belanda.
35.Belanda boleh menerobos pertahanan Bone. Setelah melangkahi ribuan laskar. Dengan semangat patriotis sejati. Siap bertarung di Walawala Bessie. Bermandi darah di Appasareng Kannae.
36.Mendung kelabu di atas kerajaan Bone. Nampak semakin tebal, pekat dan hitam. Pertanda bakal datangnya malapetaka. Angin puting beliung telah berhembus. Disertai Guntur dan kilat menyambar-nyambar.
37.Permaisuri kelihatan semakin gelisah. Arungpone seperti tak berhenti berpikir. Penghuni Saoraja dicekik ketakutan. Perang bakal berkobar meminta korban. Tana Ugi sebentar lagi bersimbah darah.
38.Dalam suasana yang semakin galau. Seorang lagi pengawal datang melapor. Atas kedatangan dua orang tamu asing. Karaeng Marusu bersama temannya. Utusan Belanda dari perairan Teluk Bone
39.Laporan itu mengejutkan permaisuri. Kekesalan di hatinya terbayang di wajahnya. Meluap bagai nyala api dihembus angin. Dengan kalimat meledak tak terkendali. Menolak kedatangan utusan Belanda.
40.Bangkit berdiri Sang Permaisuri. Melepas uneg-uneg yang menggurita. Dalam hatinya yang panas membara. Agar Karaeng Marusu bersama temannya tidak memasuki halaman Saoraja.
41.Arungpone yang bijak berhati lembut. Kembali menenangkan permaisuri. Menyiram nyala api yang meluap. Agar tidak menampakkan kekesalan kepada karaeng Marusu bersama teman.
42.Di pintu Saoraja yang dijaga pengawal. Karaeng Marusu bersama temannya. Membungkuk memberi penghormatan. Lalu keduanya langsung duduk bersila di depan Arungpone dan Permaisuri.
43.Dengan kalimat bergetar putus-putus. Karaeng Marusu kepada arungpone. Bahwa dirinya utusan Komandan Belanda. Yang sekarang berada di atas kapal. Menunggu kabar di perairan Teluk Bone.
44.Tertegun Lapawawoi Karaeng Sigeri. Menyimak berita dari utusan Belanda. Berpikir dan berpikir mencari yang terbaik. Gurat-gurat kewibawaan kembali terbaca di wajahnya yang nampak semakin menua.
45.Kemudian memandang jauh ke depan. Sejauh analiasa dan bisikan hatinya. Membayangkan Kerajaan bone yang subur buminya. Membayangkan wajah-wajah Rakyatnya.
46.Selaku raja yang memiliki firasat. Nalar dan mata batin yang tajam. Kalimat yang sarat makna filosofi. Arungpone menjawab tawaran Belanda. Kepada karaeng Marusu bersama temannya.
47.Arungpone menyemak dan memahami. Kedatangan Belanda di Teluk Bone. Namun tidak bisa bertindak sendiri. Untuk menerimanya mentah-mentah. Harus didukung oleh Hadat Tujuh Kerajaan Bone.
48.Dengan kalimat putus-putus dan ragu. Karaeng Marusu mengajukan pertanyaan. Tentang sikap dan langkah Arungpone. Menerima atau menolak tawaran Belanda. Karena dia tidak bisa berlama-lama.
49.Dengan tenang Arungpone menjawab. Di Kerajaan Bone yang saya cintai ini. Ada rambu-rambu yang harus dipatuhi. Disebut “ Ade Mappura Onrona Bone” Warisan Leluhur yang dijunjung tinggi.
50.Apapun yang akan dilakukan di Bone. Harus lahir dari musyawarah dan mufakat. Antara Mangkau selaku raja disitu pihak. Dan anggota Hadat Bone dilain pihak. Sebagai wujud demokrasi sejati.
51.Jadi tentang maksud tawaran Belanda. Arungpone tidak bisa menetukan sekarang. Menunggu hasil musyawarah dan mufakat. Diterima sebagai awal suatu persahabatan. Atau ditolak sebagai awal pecahnya perang.
52.Setelah mendengarkan pesan Arungpone. Karaeng Marusu dan temannya mohon pamit. Dengan langkah gontai meninggalkan saoraja. Berjalan ke arah timur menuju Pantai Bajoe. Dengan hati yang dongkol, kesal dan kecewa.
53.Di Pelabuhan Bajoe keduanya naik sampan. Menuju kapal S.S.Riemsdijk di Teluk Bone. Di mana Panglima ekspedisi van Loenen. Dengan perasaan cemas penuh harap. Telah lama menunggu kedatangannya.
54.Di depan Panglima Ekspedisi Van Loenen. Karaeng Marusu dan temannya menyampaikan. Pesan yang mengisyaratkan penolakan dari Arungpone Lapawawoi Karaeng Sigeri. Raja yang mematuhi kehendak rakyatnya.
55.Kabar itu membuat Van Loenen naik darah. Kehendaknya dilecehkan dan tidak digubris. Wajah bengis memandang ke arah pantai. Nafsu serakahnya menggerogoti kepikirannya. Menyerang Bone dengan kekuatan senjata.
56.Suatu ultimatum bernada ancaman. Ditulisnya dengan emosi meluap-luap. Dalam tempo satu kali dua puluh empat jam. Kehendak tidak diiyakan dan dipenuhi. Maka Kerajaan Bone segera dibumihanguskan.
57.Ultimatum Tertanggal Sembilan Belas Juli Tahun Seribu Sembilan Ratus Lima. Diberikan kepada La Pattola Daeng Massappo. Orang Bone yang diinterner di Ujung Pandang. Agar secepatnya diberikan kepada Arungpone.
58.Menerima Ultimatum dan ancaman demikian. Tidak membuat hati Arumpone menjadi gentar. Sebagai Raja Bugis yang mempunyai harga diri. Darah Bugis dan patriotisnya mendidih. Bertekad melawan Belanda Si Putih Mata.
59.Baginya tidak ada kata untuk menyerah. Apalagi tunduk di bawah kekuasaan penjajah. Harga diri sebagai Orang Bugis Wija To Bone. Toddopuli Siri Napesse harus ditegakkan. Demikian bisikan yang muncul di hatinya.
60.Segenap Anggota hadat Tujuh diundang. Arung Ponceng, Arung Tanete Riawang, Arung Macege, Arung Tanete Riattang, Arung Ta’, Arung Ujung, Arung Tibojong. Agar segera datang berkumpul di Saoraja.
61.Diundang pula Abdul Hamid Baso Pagilingi. Selaku Panglima Perang Kerajaan Bone. Bersama Seluruh pimpinan Laskar Pemberani. Untuk datang memenuhi undangan Arungpone. Guna menanggapi Ultimatum dari Belanda.
62.Hanya berselang beberapa saat saja. Semasih daun sirih belum hancur terkunyah. Dan periuk di dapur belum juga mendidih. Para undangan berdatangan dari segala arah. Semua hadir memenuhi undangan Arumpone.
63.Setelah semuanya tenang di tempat duduk. Arung Ponceng bertanya kepada Arungpone. Mungkin ada sesuatu yang penting dibicarakan. Sehingga Puatta Arungpone mengundang kita. Untuk datang dan berkumpul di Saoraja.
64.Sebelum mengemukakan maksud undangannya. Arungpone menatap satu-satu tamu yang hadir. Tatapannya mulai dari anggota hadat Tujuh Bone. Sampai kepada Abdul Hamid Baso Pagilingi. Dan Pimpinan Laskar Pakkanna Passiuno.
65.Dengan suara serak-serak basah. Lapawawoi Karaeng Sigeri mulai bicara. Sebagai Orang Bugis yang punya harga diri. Yang menjunjung tinggi Ade- Pangadereng. Kita perlu menyatakan pendapat.
66.Semua yang hadir nampak semakin gelisah. Menunggu lanjutan pembicaraan Arungpone. Membuat suasana menjadi hening sejenak. Tak seorangpun yang mengeluarkan kata. Sementara Permaisuri nampak tertunduk.
67.Dengan tarikan nafas yang panjang. Arungpone melanjutkan pembicaraan. Tentang datangnya dua orang utusan Belanda. Mengajak untuk menjalin kerjasama. Mengelola Pelabuhan Pallime dan Bajoe.
68.Selanjutnya Belanda akan mempersatukan. Jumpandang, Bone, Luwu, dan Tanah Toraja. Menurut pikiran Lapawawoi Karaeng Sigeri. Itu merupakan awal dari sebuah jebakan. Untuk menggiring ke dalam bentuk penjajahan.
69.Dari saku Arungpone ditariknya secarik kertas. Ultimatum yang diterimanya dari Belanda. Kalau keinginan yang ditawarkan ditolak. Kerajaan Bone akan diserang dan dihancurkan. Dalam tempo satu kali duapuluh empat jam.
70.Mendengar penjelasan dari orang tuanya. Baso Pagilingi Petta Ponggawae naik darah. Berdiri dan menghormat kepada Arungpone. Selaku Panglima Perang Kerajaan Bone. Jiwa patriotis, semangat kesatrianya tergugah.
71.Menurut pandangan mata batinnya. Suatu malapetaka terbayang di depannya. Kerajaan Bone akan hancur porak-poranda. Seluruh rakyatnya hidup di bawah penjajahan. Apabila keinginan Belanda itu diterima.
72.Lalu Baso Pagilingi Petta Ponggawae. Memohon ampun kepada Ayahandanya. Juga kepada Seluruh anggota Hadat Bone. Agar mempertimbangkan matang-matang. Untuk menerima ajakan dan tawaran Belanda.
73.Sebab menurut yang muncul di benaknya. Belanda tidak bisa dipercaya omongannya. Pantang untuk diikuti segala keinginannya. Apalagi menerima apa yang ditawarkannya. Di hatinya sejali sekalindang sifat penjajah.
74.Berdiri menghormat pula Arung Ponceng. Salah seorang anggota Hadat Tujuh Bone. Membenarkan ucapan Petta Ponggawe. Diamini oleh anggota hadat Tujuh lainnya. Menolak tawaran Belanda Si Putih Mata.
75.Dulung Ajangale, Lamuru, Awang Tangka, arung Palili dan Pimpinan Laskar pemberani. Menyatakan siap mengamankan kesepakatan. Arungpone dengan Hadat Tujuh Bone. Walau harus ditebus dengan harta dan nyawa.
76.Lapawawoi Karaeng Sigeri kecintaan rakyat. Memandang ke kiri, ke kanan lalu tersenyum. Ini namanya terpaut ujung dan pangkalnya. Telah bertemu pula buku dan ruasnya. Pedapatnya seirama pendapat rakyatnya.
77.Dengan gurat-gurat usia yang nampak menua. Arunpone mengajak semua yang hadir. Menggalang kekuatan menghimpun tenaga. Mengangkat senjata melawan penjajah. Membela Kerajaan Bone dan rakyatnya.
78.Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta Ponggawae. Selaku Panglima Perang mendapat perintah menghimpun kekuatan. Untuk menghadapi serangan serdadu Belanda. Mulai Ujung Pattiro hingga Ujung Pallette.
79.Perintah yang sangat ditunggu-tunggu. Disambutnya dengan mengucapkan ikrar. Berdiri dan mencabut keris “Raja Bagusu” keris pusakanya yang selalu menyertainya. Diayunkan ke kiri maupun ke kanan penuh semangat.
80.Matanya merah menyorot bagai bara api. Bersumpah dan berikrar untuk tetap setia. Membela dan mempertahankan Kerajaan Bone. Rela mati ditembus peluru penjajah.
81.Mendengar ikrar Baso Pagilingi. Semangat Patriotik hadirin seperti tersulut api. Gelora jiwa kesatria nampak terbaca. Di wajah para pemberani Kerajaan Bone. Arungpone tenang dan tegar di tempatnya.
82.Tidak ketinggalan pula Arung Tanete. Dengan sorotan mata menyala-nyala. Memberi hormat kepada Arungpone. Mencabut keris pusaka kesayangannya. Mengucapkan ikrar menghadapi Belanda.
83.Darah kesatria Arung Sailong tergugah. Semangat membara membatu. Diteriakkan dengan lantang ikrarnya di depan Arungpone dan Permaisuri. Dan Seluruh undangan yang hadir.
84.Setelah sejumlah Pakkanna Passiuno. Mengucapkan ikrar masing-masing. Berdirilah Permaisuri dengan tegarnya. Mendekati Baso Pagilingi lalu menepuk bahunya membakar semangatnya.
85.Berdoa kepada Allah dan Nabi-Nya. Semoga melindungi dari serangan musuh. Semoga Seluruh Laskar Kerajaan Bone. Diberi kekuatan dan kemampuan tempur menghadapi Belanda.
86.Setelah diberkahi kedua orang tuanya. Baso Pagilingi selaku Panglima Perang Kerajaan Bone. Begitu gagah melangkahi ke depan. Mengarah ke timur menuju medang juang.
87.Diikuti oleh Laskar Passiuno. Di hatinya hanya dua pilihan. Hidup atau mati demi Tana Ugi. Siri na Pesse mendorong langkahnya.
88.Rerumputan dan bebatuan sepanjang jalan. Seperti memberinya semangat untuk maju. Menantang keangkuhan serdadu Belanda. Yang kini berada di perairan Teluk Bone. Siap memuntahkan peluru meriamnya.
89.Di Bawah Komando Petta Ponggawae. Kelompok Laskar dibagi dalam tiga arah. Kelompok pertama menuju Ujung Pattiro. Kelompok kedua menuju Lona dan BajoE. Kelompok ketiga menuju Ujung Pallette.
90.Sepanjang jalan yang dilaluinya. Menuju medan perang yang dahsyat. Para Laskar dengan semangat menyala. Terus melengkingkan” Osong Pakkanna. “Ada Passokkang” lagu perjuangan.
91.Bagai lebah beterbangan di udara bebas. Membuatnya tak gentar, nyalinya tak ciut. Tombak dan kelewang diayun-ayunkan. Pedang dan keris pusaka dihunuskan. Meriam dan senapan ringan disiagakan.
92.Dari pantai Bajoe hingga Ujung Pallette. Dan di Ujung Pattiro bahagian selatan. Dipenuhi ribuan Laskar Kerajaan Bone. Mendengungkan Osong Pakkanna. Siap menghadapi pendaratan Belanda.
93.Di atas kapal H.M.Koningin Regentes. Panglima ekspedisi Belanda Van Loenen. Mengamati tempat yang layak untuk pendaratan. Lewat teropong pengintai dari atas kapal. Dari Ujung Pattiro ke Ujung Pallette.
94.Tanggal dua puluh satu bulan Juli Tahun Seribu Sembilan Ratus Lima. Kapal-kapal Belanda semakin mendekat. Suatu pertanda pendaratan akan dilakukan. Sekoci-sekocipun mulai diturunkan.
95.Pukul Enam Sore kurang sepuluh menit. Ketika matahari menukik ke peraduannya. Van Loenen dari kapal S.S.Van Riemsdijk. Mengeluarkan perintah pendaratan. Berarti perang terbuka mulai berkobar.
96.Dentuman meriam dan senapan ringan. Terdengar gemuruh memekakkan telinga. Dimuntahkan dari atas kapal ke arah pantai. Dibalas oleh Laskar Pemberani Kerajaan Bone. Dari pantai Bajoe, Lona, dan Tippulue.
97.Pertempuran sengit tak dapat dielakkan. Laskar Kerajaan Bone bertahan mati-matian. Mengadu kekuatan dan meregang nyawa. Sementara serangan Belanda semakin gencar. Mengarah ke Tippulue dan Kampung Lona.
98.Ponggawa Bone membakar semangat Laskarnya. Semboyan Siri Na Pesse diteriakkan lantang. Disambut sorak-sorai para Laskar Passiuno. Semua maju menyongsong kedatangan Belanda.
99.Arena pertempuran mencekam dan menakutkan. Kilat-kilat peluru berhamburan di udara leluhur Bugis. Bola-bola api beterbangan silang-menyilang. Pemandangan yang langka bagi Rakyat Bone. Pantai Bajoe bagai neraka mengerikan.
100.Jatuh tersungkur sejumlah Laskar Passiuno. Berguguran bagai kembang semerbakwangi. Cucuran darah merah terlihat di mana-mana. Menganak sungai di Bumi leluhur Bone. Pahlawan Tana Ugi mengukir sejarah.
101.Banyak Laskar tak sempat dibalut lukanya. Banyak juga tak sempat dikenal wajahnya. Tergeletak berlumuran darah di mana-mana. Tak ubahnya onggokan batang pisang. Di alur-alur sungai dan ditengah persawahan.
102.Udara pesisir Timur Tana Bone malam itu. Sungguh sangat mencekam memalukan. Muntahan peluru meriam adalah pandangan mengerikan. Bagai bintang berguguran dari langit yang biru.
103.Gugurlah pahlawan-pahlawan Tana Ugi ialah Daeng Matteppo’ Arung Bengo dari Bone Barat, Daeng Massere Dulung Ajangale dari Bone Utara. Begitu pula Arung Sigeri Keluarga Arungpone. Dan sejumlah Pakkanna Passiuno lainnya.
104.Serangan serdadu Belanda semakin membabi buta. Laskar Kerajaan Bone mundur ke arah barat. Petta Ponggawae tetap bertahan di Cellu. Daeng Marola Arung Ponre terkena peluru namun nafas masih ada. Diantar oleh sejumlah laskar menuju Saoraja.
105.Di tengah berkecamuknya pertempuran. Petta Ponggawae mengirim pesan ke Saoraja. Agar Puatta Arungpone berpindah tempat. Dari saoraja ke Palakka yang lebih aman. Bersama Seluruh keluarga dan isi Saoraja.
106.Menerima pesan dari Petta Ponggawae. Arungpone minta pandangan permaisuri. Juga kepada Arung Ponre Daeng Marola. Yang tiba di Saoraja dalam keadaan luka. Bertahan di Saoraja atau berpindah ke Palakka.
107.Kepada Arungpone Lapawawoi Karaeng Sigeri. Arung Ponre dengan hormat melaporkan. Bahwa Laskar Bone tak dapat lagi membendung serangan Belanda. Persenjataan sangat tidak seimbang. Perlu pertimbangan untuk mundur selangkah untuk maju seribu kali.
108.Setelah bertukar pendapat dengan Permaisuri. Dan segenap keluarga Saoraja lainnya. Memperhitungkan baik dan buruknya. Prinsip berpindah tempat bukan berarti kalah. Namun sebagai langkah penyelamatan terhadap Arungpone.
109.Usungan disiapkan untuk Puatta Arungpone. Benda-benda Kerajaan dikemas oleh para Bissu pengawal Saoraja. Tombak dan bendera SamparajaE disiapkan. Tinggal menunggu perintah dari Arungpone.
110.Lapawawoi Karaeng Sigeri di atas usungan. Sejenak memandangi Puncak Saoraja. Bagai mengucapkan selamat tinggal istanaku. Bila Allah dan nabi-Nya memberiku kekuatan. Akan aku kembali bernaung di bawah atapmu.
Bersambung .......................................................

Teluk Bone

Basli Ali Harap Jaringan Telkomsel Jangkau Hingga ke Desa Terluar di Selayar

DHEAN.NEWS SELAYAR - Di era yang serba digital, Bupati Kepulauan Selayar H. Muh. Basli Ali meminta kepada pihak Telkomsel Regio...